Seorang wanita
muda duduk merenungi hidupnya yang menurutnya datar-datar saja, tidak
ada yang istimewa ataupun yang layak disyukuri.
Semakin kuat ia
berusaha mengubah keadaan, semakin sering ia kecewa. Ia merasa memiliki
banyak kekurangan dan masalah. Ia tak tahu harus memulai dari mana,
hingga suatu saat seorang sahabat datang padanya.
Sahabat itu membawa selembar kertas putih kosong dan bertanya pada wanita muda, “Apa yang kau lihat?”
Mengernyitkan dahi, wanita itu menjawab lirih, “Tidak melihat apa-apa, hanya kertas kosong berwarna putih.”
Sang Sahabat
kemudian mengambil spidol hitam dan membuat satu titik ditengah
kertasnya. Kemudian ia kembali bertanya pada wanita muda, “Aku telah membuat sebuah titik hitam diatas kertas ini. Apa yang kamu lihat sekarang?”
“Apa lagi? Ya satu titik hitam,” jawabnya cepat.
“Ayolah, kawan, pastikan lagi!” Tegas sahabatnya.
“Titik hitam,” jawab wanita muda itu dengan sangat yakin.
“Kawan,” kata sang Sahabat, “sekarang
aku tahu penyebab masalahmu. Coba ubah sudut pandangmu. Yang kulihat
bukan titik hitam, tapi sebuah kertas putih dengan satu noda kecil
didalamnya. Aku melihat lebih banyak warna putih. Sedangkan kau hanya
melihat hitamnya saja, dan hitam itu hanya setitik, kawan.”
Bila kita
selalu melihat titik hitam yang bisa diartikan kekecewaan, kekurangan
dan keburukan, maka hal-hal itulah yang akan selalu mengganggu pikiran
kita dalam menjalani hidup.
Bukankah begitu
banyak anugerah yang diberikan Tuhan? Melihat, mendengar, membaca,
berjalan, fisik yang lengkap dan sehat, serta begitu banyak kebaikan
lainnya.
Inilah mengapa
betapa mudahnya melihat keburukan orang lain, padahal begitu banyak hal
baik yang telah diberikan orang lain pada kita.
Inilah mengapa
begitu mudahnya melihat kesalahan dan kekurangan orang lain, sedangkan
kita sendiri lupa kelemahan dan kekurangan kita.
Inilah mengapa
sangat mudah untuk menyalahkan Tuhan atas kesusahan dalam hidupmu,
padahal begitu besar anugerah dan karunia yang lebih layak untuk
disyukuri.
Dan inilah
mengapa terlalu banyak pribadi diantara kita yang menyesali hidup,
padahal lebih banyak kebahagiaan yang telah diciptakan untuk kita.